Cari Blog Ini

Jumat, 12 Juni 2020

Menggugat IPA dan IPS...

KECAKAPAN ABAD 21 - PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.(Amsal 23 : 23 )

Mengugat IPA dan IPS …

Saya menjadi guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraaan hampir 20 tahun , banyak murid sudah menyelesaikan sekolahnya dan memilih Fakultas  hukum di perguruan tinggi . Paling tidak mereka sudah dibekali tentang hukum dan ketatanegaraan melalu bidang pelajaran yang  saya ampu . Namun  saat saya mengajar di kelas 12 IPA 1 , saya terkejut ada seorang siswa yang begitu antusias memperhatikan penjelasan saya waktu mengajar . Bahkan banyak pertanyaan yang dilontarkan berkaitan dengan hukum , kadang-kadang tidak puas minta buku referensi tentang hukum . Saya terkejut dan heran , mengapa  anak IPA begitu bersemangat  dengan pelajaran PPKn yang berisi dengan pasal-pasal dan aturan-aturan normatif ?  Anak IPA lebih suka hal-hal yang pasti dengan rumus hitungan dan jawaban rasional dan objektif . Semakin lama semakin saya memperhatikan murid IPA satu ini yang bernama Aditya . Dalam suatu pertemuan saya mulai bertanya kepada Aditya , mengapa lebih suka pelajaran PPKn dibandingkan dengan pelajaran IPA lainya ?  Dengan bicara serius dia menjawab pertanyaan saya karena ingin melanjutkan fakultas hukum setelah  menamatkan SMAnya . Saya menyadari bahwa minat dan kemauan anak menjadi kekuatan untuk mengejar cita-citanya . Memang benar , Aditya tidak hanya belajar tentang hukum saja tetapi semua pelajaran IPS dilahapnya . Mulai dari Sosiologi ,ekonomi bahkan sejarah . Dia harus belajar dua kali beban belajar yaitu IPA dengan IPS sekaligus . Tiap hari dia belajar dengan mengikuti pelajaran IPA dan IPS . Di bimbingan belajar Aditya mengikuti program IPS untuk mempersiapkan masuk ke Fakultas Hukum sedangkan di pihak lain harus belajar  IPA  untuk mempersiapkan Ujian Nasional . IPA dan IPS menjadi dua jurusan di  SMA yang sekarang masih berlaku di lembaga pendidikan Indonesia . 

Penjurusan di SMA ke dalam IPA dan IPS ada sejak zaman Belanda. Nama dan kategorinya berubah dari masa ke masa. Meski istilah penjurusan kini dilabel peminatan, praktiknya nyaris sama. Menjadi pertanyaan saya apakah penjurusan masih relevan  pada saat sekarang ? Kalau kita melihat UU pendidikan nasional no 20 tahun 2003  psl 12 (1.c) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Namun dalam kenyataannya peserta didik sudah dibatasi oleh penjurusan di SMA yaitu IPA dan IPS. Dampaknya sebagai guru , saya melihat Aditya sebagai korban tentang sistim penjurusan IPA dan IPS . Pemisahan IPA dan IPS sering menghasilkan pola pikir terkotak-kotak. Imanda Susilo yang lama berkarier di industri migas mengatakan bahwa engineers sering tidak sadar pentingnya pendekatan sosial. Padahal justru kajian para sarjana ilmu sosial lah yang membantu kelancaran tugas teknisi migas di lapangan. Engineers yang memiliki wawasan sosial justru berpeluang untuk menempati posisi pimpinan.

Pendapat ini dikuatkan Evelyn, praktisi Data Analytics dari Red & White. Menurutnya, orang sering memandang IPA dan IPS sebagai dua hal terpisah seperti kode biner, yakni nol dan satu. Padahal mestinya keduanya terhubung secara lebih cair seperti di dunia kerja saat ini. Lulusan Matematika ITB ini menambahkan, kini riset di bidang matematika pun bersifat multidisipliner karena terkait lingkungan, desain, sosial, hukum, dan sebagainya.

Mencermati beberapa pendapat  di atas ternyata tidak perlu lagi membedakan antara IPA dan IPS karena keduanya saling berintegrasi . Untuk itu  ada beberapa sekolah yang menghapus IPA dan IPS misalnya , SMA Cita Hati, Surabaya, mereview seluruh visi dan misinya. Hasilnya, pemisahan IPA dan IPS dihapus. Kepala sekolahnya, Juwati Ureyang, sadar kebutuhan anak sekarang berbeda. Ketika lulus kuliah kelak, mereka harus bersaing, bukan hanya dengan tenaga kerja asing, tetapi juga melawan mesin (kecerdasan buatan). Banyak jenis pekerjaan akan lenyap. Jadi skill apa saja yang perlu diberikan? Beberapa kemampuan menjadi tolok ukur hasil pendidikan, seperti komunikasi, analisa, team work, kreativitas, dan karakter, semua hal yang tidak mampu dilakukan mesin. Proses belajar pun lebih bersifat interdisipliner. Alhasil, kurikulum dirombak. Ada 9 bidang yang harus dipelajari, yakni bahasa, sains, social studies, math, design, visual arts, writing, philosophy, dan community service. Untuk tiap bidang siswa cukup memilih satu mata pelajaran. Tentu ada pelajaran agama dan olahraga sesuai ketentuan pendidikan nasional. Menariknya, tiap pelajaran punya jatah jam sama banyak. Tak ada yang lebih penting dari yang lain. Metode mengajarnya pun sarat dengan praktik (doing). Selain Cita Hati ada pula ESOA (Erudio School Of Art), sebuah sekolah seni setara SMA dengan kurikulum unik. Menurut Ira, pendirinya, sekolah ini didirikan untuk mengakomodasi pelajar dengan talenta, kebutuhan, dan aspirasi unik yang tidak terlayani baik di IPA, IPS maupun Bahasa.

Seringkali sekolah takut melakukan perubahan karena persepsi yang tidak sepenuhnya benar terhadap kebijakan pendidikan nasional. M. Hamka dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk), Kemendikbud, mengutip UU pendidikan nasional no 20 psl 12 (1.c) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

Lanjutnya, UU tidak mengatur IPA dan IPS. Jadi sekolah dengan model kurikulum unik tidak melanggar regulasi. Kini pemerintah lebih menekankan core competences, seperti collaboration, communication, creativity, critical thinking, cross cultural understanding, ICT, dan career. Semua pelajaran di IPA atau IPS hanya wahana untuk mengajarkan kompetensi di atas. Jadi, sekolah bisa menentukan jenis dan jumlah mata pelajarannya sejauh mencapai standar pemerintah.

Enam tahun kemudian Aditya diundang di sekolah untuk mempresentasikan dan mensharingkan tentang pengalamannya belajar di perguruan tinggi . Aditya sekarang sudah berubah , lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan predikat Cum Laude sekarang menjadi anak buah dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susilowati .(abc).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...