Cari Blog Ini

Kamis, 11 Juni 2020

Kejujuran sang murid...


Jiwaku bersukaria, kalau bibirmu mengatakan yang jujur. 

( Amsal 23 : 16 )

Kejujuran  sang murid ...

“Bapak salah menghitung nilai saya seharusnya mendapat nilai 90 bukan 100 “ kata Febriana disela-sela menerima ulangan harian .

 “Oh...yaa . Tetapi ngak apa-apa deh ini bonus untuk kamu yang jujur “ jawab saya sambil tangan saya mengembalikan kertas ulangan itu kepada Febriana tanpa menghapus nilai ulangan tersebut.

“ Tidak , pak saya tetap mendapat nilai 90 . Ini memang kesalahan jumlah pak “ jawab Febriana . Sayapun malu melihat kejujuran seorang siswa , akhirnya saya ubah nilai itu . Kejujuran menjadi nilai yang mahal saat ini . Bukankah kejujuran menjadi nilai yang langka dan punah di jaman sekarang. Bukankah masih banyak siswa yang protes ke gurunya kalau nilainya jelek . Atau mungkin kalau berhadapan dengan kasus seperti Febriana akan diam . Ini khan kesalahan guru , biarkan saja , Ngak ada yang tahu kok . Febriana dikenal sebagai siswa   yang cerdas . Selalu menjadi juara pertama setiap jenjang kelas . Kecerdasan diimbangi dengan budi pekerti yang baik telah terpatri di dalam hati Febriana . Setelah lulus SMA K IPEKA Tomang mendapat bea siswa melanjutkan ke Nanyang University di Singapura,

Tujuan pendidikan bukan hanya mencerdaskan otak melainkan kecerdasan hati nurani . Sebagai guru pasti tahu bahwa pembelajaran mempunyai tiga aspek tujuan yaitu aspek kognitif , afektif dan psikomotorik . Ketiga aspek ini menjadi satu kesatuan dalam setiap pembelajaran . Ada wacana yang mengatakan bahwa pendidikan sekarang lebih menekankan kepada aspek kognitif . Tidak mengherankan banyak orang  yang cerdas dan pintar di Indonesia tetapi menjadi penghuni penjara karena korupsi . Tidak logis memang kalau orang cerdas ,  mempunyai jabatan dan tentu kaya kok bisa masuk penjara. Dibandingkan misalnya dengan orang yang tidak sekolah , pengangguran dan miskin masuk penjara karena mencuri . Tentu semua ini ada penyebabnya yaitu ketamakan manusia untuk mengumbar nafsu dengan menghalalkan segala cara . Untuk itu diperlukan pendidikan secara holistik antara kecerdasan pikiran , moral spritual  dan sosial .  Sekolah menjadi hal yang penting untuk transformasi pengetahuan , nilai-nilai dan ketrampilan secara integral . Keteladanan dan panutan menjadi hal yang perlu kita lakukan ketika kita mentransformasikan nilai-nilai kepada siswa . Bukan kotbah dan nasehat yang memekakkan telingga ketika mendengarkan . Sebagai guru sayapun harus belajar dari kebaikan sang murid . Sumber belajar  di sekolah bukan buku , perpustakaan , lingkungan , teman sejawat tetapi juga sang murid . Tidak perlu malu kita belajar dengan murid kita .  Kitapun harus menghilangkan keegoan kita . Guru bukanlah segalanya bagi murid . Guru bukan sosok maha tahu . Murid bukanlah objek bagi kita , murid bukan kertas putih yang akan kita tulis sesuai dengan ego  kita . Murid adalah subyek bagi pendidikan yang mempunyai potensi dan pribadi yang unik . Belajar dari murid perlu ada pendekatan sang guru . Bagaimana mungkin kita akan dekat dan akrab kalau diri kita tertutup dinding dengan murid kita . Untuk itu kita perlu membuang celah yang memisahkan antara guru dengan murid . Kesombongan , rasa egois , ingin minta perhatian dan sok tahu menjadi  penyakit ketika kita mengadakan hubungan dengan sang murid. Menjadi seorang gembala itulah hal yang dapat kita lakukan . Gembala selalu mencari dombanya yang hilang . Dengan sikap selalu mendengar tanpa banyak bicara , dengan sikap memperhatikan tanpa minta diperhatikan dan dengan sikap memberi tanpa menerima apapun . Mungkin itu yang dapat kita lakukan sebagai guru . Ada baiknya kita baca cerita filosofi gula di bawah ini :

          Gula pasir memberi rasa manis pada kopi tapi orang menyebutnya kopi manis bukan kopi gula . Gula pasir memberi rasa manis pada teh tapi orang menyebutnya teh manis bukan teh gula .Orang menyebut roti manis bukan roti gula . Orang menyebut syrup padan , syrup apel , syrup jambu padahal bahan dasarnya gula . Tetapi gula tetap ikhlas larut dalam memberi rasa akan tetapi apabila berhubungan dengan penyakit barulah gula disebut dengan penyakit gula . Begitulah hidup  kadang kebaikan yang kita tanam tak pernah disebut orang tapi kesalahan akan dibesar-besarkan . Iklaslah seperti gula dan larutlah seperti gula . Apakah kita sebagai guru bisa seperti gula . Mempunyai sikap iklas larut dalam memberi rasa . Menataplah satu persatu ke wajah murid kita . Pandanglah mata dengan pandangan kasih .Kita akan menemukan cerita di balik kasat matanya . Kita akan menemukan isi lubuk  hatinya . Dengan empati kita akan mendengar cerita suka dan duka mereka . Tidak terlalu sulit untuk mencari solusi bagi murid kita . Kalau hati kita sudah menyatu untuk saling memahami  dan menerima .

        Tahun 2007 , saya mengalami kecelakaan dan dirawat di Rumah Sakit Husada Jakarta . Enam belas jahitan terbalut perban  di kepala saya karena operasi . Jam 19.00  malam masuklah beberapa orang di kamar rawat . Ternyata Febriana bersama orang tua dan adiknya .

“ Ma...Pa..ini Pak Arif guru saya waktu Febri di SMA “ suara Frebriana sambil memperkenalkan kedua orang tuanya kepada saya . Sayapun berjabat tangan dengan mereka bertiga . Ada kebanggaan dalam diri saya , Febriana murid saya masih ingat saya sebagai gurunya . (abc)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...