Cari Blog Ini

Senin, 19 Oktober 2020

PJJ membawa korban ?

 

(foto : sinar harapan.com)

"Pendidikan itu mengobarkan api, bukan mengisi bejana". - Socrates


Peristiwa bunuh diri seorang  siswi SMA di Gowa, Sulawesi Selatan  dengan menenggak cairan racun karena diduga stres akibat tugas daring mengejutkan banyak pihak . Walaupun masih dalam penyelidikan polisi , kasus ini cukup mendapat perhatian berkaitan dengan PJJ sebagai pilihan pembelajaran siswa saat pademi Covid 19 . 

"Penyebab korban bunuh diri akibat depresi dengan banyaknya tugas tugas daring dari sekolahnya dimana korban sering mengeluh kepada rekan rekan sekolahnya atas sulitnya akses internet di kediamannya yang menyebabkan tugas-tugas daringnya menumpuk" kata Jufri Natsir. (kompas.com 18/10/2020). Tentu pernyataan ini masih asumsi yang harus diselidiki lebih lanjut apakah karena tugas-tugas daring yang menyebabkan siswi tersebut mengalami depresi kemudian melakukan bunuh diri atau masih ada penyebab lain , perlu ada data-data dan bukti lebih lanjut tentang kasus ini .

Pembelajaran jarak jauh sebagai konsekuensi pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 telah berjalan selama hampir 6 bulan . Dalam persepsi siswa, model pembelajaran ini cenderung membuat tidak nyaman dan kurang bahagia.

Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 1.700 siswa berbagai jenjang pendidikan pada 13-20 April 2020, sekitar 76,7 persen di antaranya mengaku tidak senang mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hanya 23,3 persen responden yang menganggap PJJ mengesankan.

Komisioner KPAI Retno Listyarti, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (27/4/2020), di Jakarta, mengatakan, alasan siswa tidak senang PJJ beraneka ragam. Sebanyak 81,8 persen responden mengaku PJJ empat pekan hanya diberikan tugas oleh guru, bahkan jarang ada penjelasan materi dan diskusi.

Sebanyak 73,2 persen responden merasa mendapat tugas berat dari guru. Dikatakan berat karena siswa diberi waktu yang pendek saat menyelesaikan tugas. Sekitar 44,1 persen responden menyebut hanya diberikan waktu 1-3 jam sehari. Sebanyak  34,2 persen responden menyebut diberikan waktu mengerjakan 3-6 jam sehari.

Bentuk-bentuk penugasan yang paling tidak disukai responden adalah membuat video materi pelajaran, diikuti menjawab banyak soal, merangkum materi, dan menuliskan soal yang ada dalam buku cetak. Terkait peralatan selama PJJ, sebanyak 95,4 persen responden mengaku menggunakan ponsel pintar, 23,9 persen memanfaatkan komputer jinjing, dan 2,4 persen komputer.

Survei turut menanyakan kesulitan yang dihadapi responden selama PJJ. Sebanyak 77,8 persen responden mengaku kesulitan utama adalah tugas menumpuk. Lalu, 37,1 persen responden menyebut sukar beristirahat karena waktu pengerjaan tugas yang pendek. Sekitar 42,2 persen responden menjawab kesusahan kuota internet.(kompas 27/4/2020)

Hasil survei dilakukan 13-20 April 2020 , data ini awal ketika PJJ baru saja dimulai sudah terlihat seperti data tersebut di atas . Data terakhir belum ditemukan sejauh mana pelaksanaan PJJ ini berdampak terhadap siswa . Tetapi dari kasus siswi bunuh diri di Gowa , Sulawesi Selatan tentu menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa perlu ada penanganan terhadap siswa selama PJJ berlangsung saat pademi Covid 19 . Saya pernah mengusulkan agar di buat center yang terdiri dari guru-guru BP yang berkompeten terhadap psikis siswa sehingga kasus-kasus tersebut tidak terjadi lagi . Guru-guru dan wali kelas perlu kerjasama untuk menolong para siswa agar tidak mengalami stres dan depresi sehingga mengakibatkan bunuh diri . Kita sedang mendidik siswa yaitu manusia yang mempunyai kemampuan , talenta , bakat , karakter yang unik antara yang satu dengan lainnya . Bukan robot yang di beri perintah lalu mengerjakan perintah tersebut . Dengan demikian penanganannyapun menjadi unik untuk setiap individu . Tidak bisa kita mengeneralisasikan sebuah permasalahan kepada semua  siswa tetapi kita bisa melihat perkasus.setiap siswa . Berat tugas guru tetapi itu sebuah konsekuensi sebuah panggilan . Dengan kasus bunuh diri siswi di Gowa , Sulawesi Selatan ini menjadi pengalaman bagi kita semua . Mata guru boleh melihat bahwa anak didik kita perlu pendampingan , telingga kita boleh mendengar bahwa mereka ingin cerita tentang jiwanya . Bukan tugas yang menumpuk menjadikan raga mereka letih . Bukan mengejar bahan ajar menjadikan mereka sesat dalam pikiran . Mereka butuh ditolong oleh kita semua...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...