Beberapa orang pergi ke pendeta, yang lain melampiaskan dengan puisi, tapi aku pergi kepada sahabatku. -Virginia Woolf-
Jarak Cibinong - Jakarta 58 km memerlukan waktu satu jam perjalanan dari rumah menuju ke sekolah . Setiap hari perjalanan dilakukan tepat jam lima pagi berangkat dan sampai di sekolah jam enam lebih lima belas menit , ada waktu lima belas menit untuk persiapan karena jam setengah tujuh guru harus siap untuk mulai renungan pagi . Hampir delapan belas tahun hal ini dijalankan , dengan penuh dedikasi dan pengorbanan dilakukan menjadi seorang guru . Maria Intan Nugraheni nama guru itu , lahir di Purworejo empat puluh tahun yang lalu . Anak sulung dari dua bersaudara , ayahnya seorang pengawas sekolah dan ibunya guru SMP Negeri di Purworejo . Lulusan Jurusan Matematika Fakultas MIPA IPB Bogor menjadi guru matematika di SMA K IPEKA Tomang . Tahun 2003 perkenalan pertama , Bu Maria duduk disamping saya , sebagai guru baru banyak bertanya dan tentu saya sebagai guru yang dituakan menjadi mentor bagi dia . Saat acara reuni pertama saya disuruh membuat kronologi sejarah tentang IPTO dan Bu Maria membacakan naskah tersebut . Tidak disangka dalam diri Bu Maria ada talenta mencipta dan membaca puisi . Tidak mengherankan dalam setiap acara di sekolah baik perayaan natal , paskah atau wisuda didaulat menjadi MC atau membaca puisi ciptaan sendiri . Kata indah penuh makna terngiang di telinga dalam deretan kata puisinya . Decak kagum dan tepuk tangan selalu mengiringi ketika puisi dibacakan dengan intonasi penuh perasaan .
Setelah kost bersama Bu Risa yang sama-sama guru matematika di Green Ville , Tanjung Duren kemudian Bu Maria menikah dengan pak Nugroho teman satu RT di kampung kota Purworejo . Kemudian beli rumah di Cibinong biar suami dekat bekerja di Astra Cikarang tetapi jauh untuk Bu Maria , tetapi tidak apa-apa bagi Bu Maria tempat dimana saja sama saja tetap bersyukur dalam segala hal . Perjuangan Bu Maria berangkat dari subuh dan kembali menjelang magrib , secara pribadi saya kagum dan salut . Perjalanan yang cukup jauh dengan naik bis tiap hari dan kemudian berhenti di Untar dan berjalan kaki menuju ke sekolah . Setiap hari rutin dilakukan dan biasanya saya bertemu di halte Untar lalu kita berjalan bersama menuju ke sekolah . Berjalan lima belas menit pagi hari tentu menyehatkan badan dan itu terasa tubuh tidak pernah diserang penyakit selalu semangat untuk bekerja. Saya pun tidak bisa membayangkan perjuangan Bu Maria ketika hamil tua dengan dua kali kehamilan tetap melakukan perjalanan jauh dari rumah Cibinong menuju sekolah di Green Ville Jakarta Barat . Tentu sebuah perjuangan cukup berat bagi keselamatan seorang ibu dengan anaknya. Menjaga anaknya dalam kandungan tiap hari menjadi kodrat seorang perempuan . Saat itu saya pernah untuk menyarankan kost saja yang dekat biar tidak capai dan bisa istirahat . Tetapi jawab Bu Maria masih kuat dan di rumah siapa yang melayani suami katanya suatu hari kepada saya . Tentu saya tidak bisa memaksa , Tuhan menjaga dan melindungi Bu Maria dan dua anaknya lahir dengan selamat . Daniel Anindito Nugroho dan Elnathan Anindito Nugroho nama kedua anak tersebut .
Bu Maria menjadi menteri keuangan di ruang guru , segala hal yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran uang seperti iuran guru tiap bulan , dana untuk keperluan sertifikasi guru ,uang duka dan suka cita sampai makan bersama dikelola dengan teliti . Selain itu juga menjadi nyonya Lazada dengan kejelian jarinya memencet android untuk bertransaksi online melalui aplikasinya. Tahu- tahu barang sudah ada kita tinggal pakai , semua diurus oleh Bu Maria kita tinggal transfer ke rekening Bu Maria atau kalau kita lagi kantong kering bayarnya bisa bulan depan . Mudah dan praktis , itulah yang terjadi jaman serba on-line .
Tanpa disadari dan tak terduga selama hampir satu tahun Bu Maria menderita sakit , saya baru tahu dan itu diberitahu oleh pak Theo bahwa Bu Maria mengalami sakit kanker sekarang sedang kemoterapi di rumah sakit . Melihat raut wajah Bu Maria di google meet atau zoom memang terlihat beda , wajahnya lesu dan tubuhnya semakin kurus dan terlihat kepalanya tertutup rambut wig akibat kemoterapi . Tentu beda dengan Bu Maria yang saya kenal , beberapa tahun yang lalu sering berjalan pulang bersama , untuk mengejar bis agar tidak tertinggal maka sering naik bajaj bersama . Pagi hari sering berjalan bersama dari halte Untar menuju ke sekolah , beli nasi warsun ( Warung Sunda) atau jus buah-buahan yang menjadi langganan tiap hari . Begitu kuat , tangguh dan tanpa lelah . Sekarang tubuhnya terasa tak berdaya karena kanker menggerogoti tubuhnya , tetapi Tuhan baik di masa pademi Corona 19 pembelajaran dilakukan secara daring sehingga Bu Maria bisa melakukan di rumah . Saat tubuh perlu istirahat Bu Maria bisa berjumpa dengan anak didiknya melalui class room di laptop . Tentu hal ini disyukuri, setiap peristiwa memberi makna tersendiri . Di masa pademi Tuhan memberi ujian untuk mempertebal iman kita . Kadang kala Tuhan memberi ujian untuk meningkatkan kelas iman kita . Tuhan tidak memberi ujian melebihi kemampuan kita , kitapun harus mawas diri apakah ini karena perbuatan kita sehingga Tuhan mengingatkan kita untuk memperbaiki hidup kita .
Hati yang gembira adalah obat untuk menyembuhkan segala penyakit . Hal itu yang dilakukan oleh Bu Maria . Dengan hati yang gembira dan semangat tinggi Bu Maria menjalani kehidupan tanpa menggerutu . Doa tiap hari dilakukan oleh sesama guru dan upaya penyembuhan melalui pemeriksaan dokter dan kemoterapi di rumah sakit dilakukan . Puji Tuhan , Tuhan adalah kasih , Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil . Tuhan memberi kesembuhan total bagi Bu Maria . Kanker yang berkembang dalam tubuh Bu Maria hilang tak berbekas. Semua ini karena mujizat Tuhan , kepasrahan diri dan selalu berseru kepada Tuhan . Waktu Tuhan yang terbaik bukan waktu manusia. Pada saat pergumulan datang kita hanya dapat berserah diri bahwa manusia makhluk yang lemah , kita butuh pertolongan Tuhan . Itu kata-kata terucap ketika Bu Maria bersaksi di renungan guru . Sekarang Bu Maria telah sehat , tubuhnya tidak lemah lagi , rambutnya tumbuh terurai dan senyum ada diwajahnya . Hati yang gembira adalah obat yang mujarab dan itu telah dibuktikan oleh Bu Maria .
Hampir delapan belas tahun saya mengenal Bu Maria , saya merasa bangga mempunyai sahabat , saudara dan adik seorang wanita yang tangguh sebagai guru untuk menjalankan Amanat Agung Tuhan Yesus . (abc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar