Cari Blog Ini

Kamis, 04 Agustus 2022

Seragam sekolah

"Pakaian tetaplah pakaian, manusia tetaplah manusia, manusia bukan budak dari pakaian." -                                                                                                                Matoi Ryuko

Semua  ada aturannya

Pemaksaan terhadap siswa SMAN 1 Banguntapan Bantul  menggunakan jilbab oleh oknum guru BK menyebabkan siswa mengalami depresi  telah mencoreng kebhinekaan Indonesia . Setiap upaya untuk melakukan penyeragaman termasuk dalam pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah bertentangan dengan hak asasi manusia . Kejadian ini sudah berkali-kali terjadi di Indonesia. Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia(FSGI) mencatat setidaknya terjadi 10 kasus terkait intoleransi seragam sekolah yang terungkap ke publik sejak 2014 sampai tahun 2021 ( Beritasatu.com 21/2/2021 ).

Seragam sekolah menjadi budaya sekolah

Aturan tentang seragam sekolah sudah termuat dalam Permendikbud No.45 tahun 2014 yang memberi opsi bagi siswa-siswi untuk memilih dan menggunakan seragam pendek , seragam panjang maupun menggunakan jilbab . Ketentuan ini memberikan kebebasan bagi siswa  untuk menggunakan seragam sekolah namun kenyataannya masih ada oknum memaksakan penggunaan seragam sekolah. Kasus ini berdampak terhadap cuitan viral di media sosial . Seruan untuk mengembalikan seragam sekolah negeri menjadi seperti dulu mengemuka di media sosial. Melalui sebuah cuitan yang viral di media sosial seorang pengguna Twitter membagikan sebuah gambar yang menyerukan agar seragam sekolah dikembalikan seperti dulu (BBC .com 1/8/2022). Tentu cuitan ini sah-sah saja di jaman keterbukaan saat ini.

Tahun 1970 - 1990 tidak terdengar kasus seperti ini , saya sekolah di sekolah negeri tidak merasakan adanya pemaksaan seragam sekolah. Saya bebas menggunakan seragam  , saat itu jarang sekali orang menggunakan jilbab bahkan tidak ada . Kalau ada paling guru agama itu saja memakai kerudung bagi bu  guru sedangkan pak guru menggunakan peci hitam . Saya sekolah merasa senang dan happy tidak stress apalagi depresi .Kenakalan remaja tentu wajar dilakukan seperti bolos , tidur di kelas , lupa tidak mengerjakan pr dan godain guru cantik. Saat itu tidak pernah memikirkan seragam sekolah seperti sekarang ini sehingga membuat depresi seorang siswa.

Gaya anak sekolahan 80-90-an

Cerita tentang anak sekolah tahun 1980 digambarkan oleh Arswendo di cerita Kiki dan komplotannya di majalah Hai kemudian dilanjutkan oleh Hilman di majalah yang sama dengan Lupus sampai dengan tahun 1990. Film tahun 1980 - 1990 banyak menceritakan kehidupan remaja sekolah mulai dari Gita Cinta dari SMA ,  Merpati tak pernah ingkar Janji , Blok M , Ada apa dengan Cinta sampai yang terakhir Dilan yang menceritakan anak SMA tahun 90-an . Tahun 80-an muncul drama televisi berjudul ACI cerita tentang remaja SMP produksi TVRI . Semua menceritakan tentang remaja anak sekolah yang tidak ada beban , terbuka dan nyata tidak terbebani oleh masalah seragam sekolah . Memang pernah terjadi pada masa Orde Baru adanya aturan yang represif terkait penggunaan jilbab pada era tahun 1970-1980. Dirjen Pendidikan dan Menengah Prof . Darji Darmodiharjo pernah mengeluarkan Surat Keputusan pada 17 Maret 1982 tentang Seragam Sekolah Nasional yang melarang jilbab di sekolah negeri. Namun akhir tahun 1990-an  pemerintahan Soeharto lebih dekat dengan kelompok-kelompok agama mulailah pemakaian jilbab tidak dilarang di sekolah negeri .

Setiap sekolah mempunyai seragam sendiri

Praktik kebebasan memilih seragam sempat terlaksana cukup baik pada era 2000-an awal yang masih merupakan masa transisi dari era Orde Baru menuju era demokrasi pasca-reformasi. Di era pasca-reformasi tapi sebelum tahun 2010 itu belum ada aturan detail terkait seragam sekolah . Baru tahun 2014 muncul Permendikbud No.45 tahun 2014 yang masih berlaku sampai saat ini  telah mengakomodasi kebebasan bagi siswa untuk memilih apakah hendak menggunakan seragam pendek, panjang, maupun berjilbab. Walaupun sudah ada peraturan tetapi kasus pemaksaan seragam sekolah masih saja terjadi .



Mengapa hal ini bisa terjadi ? Menurut Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan “Persoalannya sekarang ada pada pemda yang menggunakan pendekatan kekuasaan yang lain dengan dalih otonomi daerah tadi. Diatur lah soal itu, padahal sebetulnya sudah diatur berdasarkan Permendikbud, tapi daerah merasa dia memiliki kekuasaan,” ( BBC.com 1/8/2022) . Hal ini berbeda dengan  pelarangan pada era Orde Baru dilakukan secara terstruktur atas nama negara, sedangkan saat ini dilakukan oleh aktor-aktor di pemerintah daerah hingga sekolah dan guru. Kondisi ini yang melanggengkan terjadinya pemaksaan seragam di sekolah karena tiap daerah mengeluarkan peraturan sendiri sebagai akibat adanya otonomi daerah . 

Keluarga artis pakai seragam sekolah

Sekolah sebagai institusi pendidikan semestinya hanya sebatas mengedukasi para siswa akan kesadaran berpakaian sesuai ajaran agama. Bukan dengan peraturan yang memaksa seperti menggunakan seragam berkerudung, sampai-sampai yang bukan muslim pun dipaksa, tetapi seharusnya lebih mengedukasi agar kesadaran mereka tumbuh sendiri . Disisi lain sekolah semestinya menjadi arena bagi para siswa untuk merayakan keberagaman bukan menjadi arena intoleransi dan diskriminasi . (ABC)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...