Cari Blog Ini

Rabu, 28 September 2022

Menggaet pemilih muda di pemilu 2024

 Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya.( Soekarno )

Kekuatan besar di pemilu
Hasil survei tim Riset dan Analitik Kompas Gramedia Media bersama dengan Litbang Kompas menunjukkan tingginya antusiasme kaum milenial (lahir tahun 1981-1996) dan generasi Z (lahir tahun 1997-2012) untuk mengikuti Pemilu 2024. Sebanyak 86,7 persen menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam pemilu. Sementara 10,7 persen masih menimbang dan 2,6 persen lainnya menolak mengikuti ajang elektoral tersebut. ( Kompas 8/4/2022) . Survei ini cukup menggembirakan karena generasi milenial dan generasi Z diprediksi menjadi kelompok pemilih dengan proporsi terbesar di pemilu 2024. Pemilih muda  atau pemilih milenial merupakan pemilih dengan rentang usianya antara 17-37 tahun. Pada pemilu serentak 2024 diprediksi jumlah pemilih muda akan mengalami peningkatan. Jika berkaca pada pemilu serentak 2019, data dari KPU jumlah pemilih muda sudah mencapai 70 juta - 80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Ini artinya 35%-40% pemilih muda sudah mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu yang nantinya berpengaruh kepada kemajuan bangsa. Hal ini disambut antusiasme di kalangan para politisi dan parpol  berlomba-lomba untuk  menggaet suara pemilih terutama pemilih muda. 

Pendekatan terhadap milenial

Strategi apa yang digunakan oleh politisi dan parpol menggaet pemilih muda di pemilu 2024 ? Pemilih muda hidup dan  tumbuh besar saat teknologi sedang berkembang. Mereka bahkan cenderung sulit dipisahkan dari perangkat teknologi. Hal ini dapat dilihat pada keseharian yang cenderung sulit berpisah dengan smartphone miliknya. Kelompok ini identik dengan generasi muda yang menguasai teknologi . Media sosial dinilai menjadi senjata yang ampuh untuk menggaet pemilih muda  sebagai platform komunikasi dengan masyarakat. Strategi kampanye dengan menggunakan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Telegram , Tik Tok  dan sejenisnya diharapkan bisa menjadi jembatan penghubung antara para calon dalam pemilu 2024 dengan para calon konstituennya. Sekarang bukan jamannya lagi menggunakan  baliho di pinggir jalan atau pamflet di pasar-pasar untuk menggaet pemilih bagi calon konstituennya. Jaman teknologi yang serba canggih seperti sekarang ini menuntut adanya strategi  kampanye yang lebih efektif untuk menggaet pemilih muda yang gandrung dengan teknologi informasi . Media sosial menjadi sarana bagi politikus dan parpol untuk berkampanye . Dua tahun ini menjadi kesempatan untuk bermain di media sosial dengan segala aktivitas dan kreativitas . Ganjar Pranowo gubernur Jawa Tengah memperlihatkan segala aktivitasnya melalui you tube , masganjar.id sebagai kontennya menyapa siapa saja warga untuk mendekatkan dirinya sebagai idola khalayak ramai . Demikian juga dengan Ridwan Kamil tampil di Citayam Fashion Week  , menggandeng Bonge meresmikan Setu Rawa Kalong Depok .

Popularitas sebagai daya tarik

Bagaimana penyanyi cilik Farel Prayoga yang viral di youtube dengan lagu ojo dibandingke dan diundang di istana presiden saat upacara kemerdekaan telah mengundang para menteri , jenderal dan artis berjoget ria ?  Beberapa hari kemudian Farel diundang di acara Partai Amanat Nasional , ke rumah Erick Thohir dan Ganjar Pranowo menemui Farel di Banyuwangi . Popularitas menjadi daya tarik untuk menggaet suara siapa saja terutama kaum milenial . Menjelang pemilu nanti tentu akan  akan terjadi persaingan di media sosial oleh para tokoh calon legislatif maupun Capres dan Cawapres untuk menjaring suara kaum milenial. Para youtuber ,konten dan podcast menjadi sarana bagi politisi , parpol dan capres dan cawapres untuk mencari suara untuk menuju kemenangan .

Sosok menjadi pilihan kaum milenial

Kaum milenial lebih melihat kepada sosok dibandingkan program-program yang dijelaskan oleh politikus atau parpol saat kampanye. Media sosial menjadi alat komunikasi dan informasi yang sangat efektif untuk memperkenalkan sosok kepada kaum milenial .  Ada hubungan yang signifikan antara sosok dengan elektoral  parpol . Semakin populer sosok seseorang maka akan bertambah jumlah pemilih terhadap parpol di lembaga legislatif. Hal ini sudah terlihat hasil pemilu beberapa  tahun yang lalu . Ketika SBY terpilih menjadi presiden maka otomatis partai Demokrat menang di DPR , demikian juga ketika Jokowi menjadi presiden , PDI memiliki jumlah perwakilan  terbesar di legislatif . Tidak mengherankan menjelang pemilu , sosok politikus dan parpol  mulai muncul di youtube , tik-tok , podcast maupun membuat  konten sebagai ajang promosi untuk dikenal oleh kaum milenial . Tetapi jangan move-on dulu karena kaum milenial cerdas untuk mengamati dan melihat media sosial . Konten yang terlalu didramatisir  seperti sinetron atau settingan yang tidak masuk akal menjadi lelucon bagi kaum milenial .Tetapi konten yang natural , apa adanya dan jujur mempunyai penilaian tersendiri bagi kaum milenial . Sudah siapkah menggaet kaum milenial ? abc )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...