Cari Blog Ini

Senin, 21 September 2020

Berburu kekuasaan

Foto : wawai.id


 “Satu kali Allah berfirman, dua hal yang aku dengar: bahwa kuasa dari Allah asalnya,”

( Mazmur 62 : 11 )



Aesop seorang pendongeng dari Yunani Kuno yang lahir pada tahun 620 SM pernah menceritakan tentang Kuda, Rusa dan Pemburu . Cerita itu mengambarkan tentang perseteruan antara Kuda dengan Rusa di hutan belantara . Kuda ingin balas dendam dan mengalahkan Rusa sehingga minta bantuan kepada Pemburu . Tentu saja Pemburu mau membantu Kuda kalau  memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Pemburu  “Jika engkau ingin mengalahkan sekaligus balas dendam kepada Rusa , aku harus memasang besi di mulutmu agar aku dapat membimbingmu dengan kekang dan kendali “kata Pemburu . Disamping itu kamu harus juga membolehkan aku memasang pelana di punggungmu agar kita dengan mudah mengejar Rusa lanjut pemburu .Kudapun menyetujui persyaratan itu dan pemburu memasang kendali dan pelana . Benar akhirnya Rusa takluk kepada Kuda berkat jasa sang Pemburu . Setelah Kuda mengalahkan dan membalas dendam kepada Rusa . Kudapun menyuruh pemburu untuk turun dan melepaskan benda yang ada dipunggung dan kepalanya.Kata Pemburu “Jangan buru-buru kawan , aku sudah mengendalikanmu dan mempertahankan kamu seperti sekarang ini “ Itu akhir  cerita  Aesop   seorang pendongeng dari Yunani Kuno  yang menurut para ahli seringkali diinterprestasikan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan ,selera ,suasana dan jaman bagi orang yang memberikan  interprestasi .

Dalam bukunya How Democracie Die ( 2019) Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt menuliskan dan menginterprestasikan naiknya Mussolini ke panggung politik kekuasaan Italia (1883-1945)  bagaikan dongeng dalam Aesop . 

Mussolini diundang oleh Raja Victor Emmanuel III untuk datang ke Roma menerima jabatan sebagai Perdana Menteri serta membentuk kabinet dengan tugas utamanya menyelamatkan negeri dari perpecahan. Kepercayaan yang diberikan Raja , tidak disia-siakan oleh Mussolini . Dengan memanfaatkan 35 kursi di parlemen partainya dari 535 kursi yang ada mampu memenangkan dan menenangkan keresahan rakyat. Politisi mapan memberikan kepercayaan dan dukungan  penuh kepada Mussolini bahkan dianggap sebagai sekutu yang berguna. Namun sebagaimana Kuda dalam dongeng Aesop , Italia segera mendapati diri dipasang kekang dan pelana , yang pada akhirnya Mussolini si Pemburu yang dimintai bantuan  Kuda , ia menguasai panggung politik dan Italia menjadi tunggangan politik kekuasaan Mussolini .

Ternyata menurut Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt bukan hanya Mussolini tetapi Hitlerpun dalam meraih kekuasaan dengan cara yang sama bersekutu dengan tokoh-tokoh poltik berkuasa dan mapan dengan cara di undang .

Hitler mencari kekuasaan dengan cara bersekutu diantaranya dengan Joseph Goebbels dengan membangun politik kebencian ( anti semitisme nan rasis ) merupakan sang diktator serta aktor intelektual peristiwa holocaust .

Tentu saja awalnya para politisi mapan mengundang Mussolini dan Hitler untuk membangun kekuatan politik tetapi pada akhirnya Mussolini dan Hitler menjadi penguasa.

Hal-hal semacam ini menurut Steven L dan Daniel Z merupakan suatu kekeliruan dan kesalahan fatal  yaitu menyerahkan kekuasaan kepada calon autokrat ( penguasa mutlak ).

Bagaimana dengan Indonesia ? Dongeng memburu kekuasaan setiap negara pasti terjadi walaupun dengan cerita yang berbeda tetapi subtansinya adalah sama . Setelah reformasi bergulir , demokrasi di Indonesia berjalan di rel yang tepat . Namun saat ini nampaknya sudah  mulai berbelok ke arah oligarki . Oligarki bentuk pemerintahan yang dipegang oleh kelompok elit kecil  dari  masayarakat bisa dibedakan menurut kekayaan , keluarga atau militer .  Berbeloknya ke arah dapat dianalisis dari perilaku elit politik dan partai politik yang bersekutu dengan keluarga elit baik anak , menantu ,ponakan dan istri untuk duduk di lembaga eksekutif misalnya walikota ,bupati atau gubernur .Cara-cara memburu kekuasaan seperti ini oleh para ahli politik disebut dengan politik dinasti atau dinasti politik . Hal ini tentu sudah mencederai reformasi demokrasi itu sendiri . Dalam politik dinasti atau dinasti politik , tentu akan bersekutu dengan siapa saja termasuk pengusaha , elit politik dan partai  politik dengan istilah koalisi . Ada kepentingan disitulah terjadi sekutu dan koalisi untuk merebut kekuasaan . 

Menurut para ahli politik  dikatakan kekuasaan ibarat sebagai obat bius maksudnya manakala digunakan sesuai dengan takaran dan fungsinya obat itu bisa menyembuhkan suatu penyakit yang bermanfaat bagi manusia tetapi jika over dosis bisa menjadi malapetaka .Namun apabila kekuasaan sudah mencapai over-dosis apapun akan dilakukan sehingga akan kehilangan akal sehat dan mengkhianati serta menjual harga diri demi memburu kekuasaan . Manusia tidak ingat lagi bahwa kekuasaan itu berasal dari Tuhan yang digunakan untuk memuliakan nama Tuhan dan kesejahteraan sesama manusia. (abc)

(Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan Drs.H.M Sugeng Wibowo , SH , MH ,M.SI dosen Universitas Prasetya Mulya BSD Tangerang dan Sesepuh MGMP - PPKn Jakarta Barat )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...