![]() |
(Foto : Sindonews.com) |
Perut yang kosong bukanlah penasihat politik yang baik.
( Albert Einstein 1879-1955 )
Rapat paripurna DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang Undang. UU Cipta Kerja disetujui 7 fraksi yang terdiri dari PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP dan PAN, namun ada 2 fraksi yang menolak yaitu Partai Demokrat dan PKS. DPR bersama pemerintah pada akhirnya sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Kesepakatan itu diambil melalui hasil rapat paripurna pada Senin (5/10/2020).Namun terjadi penolakan terhadap UU Cipta Kerja , mulai dari serikat kerja , buruh , mahasiswa dan para akademisi . Para buruh , serikat kerja dan mahasiswa mulai melakukan demo untuk menuntut penolakan tersebut . Di beberapa daerah dilakukan demo , mulai dari Jakarta,Bandung , Tangerang , Surabaya , Medan , Jambi , Menado dan kota-kota lain hampir bersamaan melakulan aksi demo menuntut penolakan UU Cipta Kerja . Televisipun mengangkat topik tentang UU Cipta Kerja melalui talk show dengan pakar dan praktisi untuk mengupas isi Omnibus Law Cipta Kerja . Medsos dengan berbagai content tentang UU Cipta Kerja menjadi viral mulai dari berita hoaks , data dan isi draff yang tidak jelas juntrungnya berdampak terhadap kejelasan informasi . Kemudian kementerian terkait dengan UU Cipta Karya melakukan konferensi pers untuk menjelaskan persoalan yang sebenarnya hari Rabu 7/10/2020 di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta Pusat .
Untuk mengatasi stabilitas keamanan akibat aksi demonstrasi UU Cipta Kerja yang diwarnai kericuhan, Kamis 8/10/2020 melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan tujuh pernyataan sikap pemerintah terhadap aksi demonstrasi tersebut . Disimpulkan dalam pernyataan itu dengan jelas tindakan kriminal yang tidak dapat ditolerir dan harus dihentikan agar tidak mengganggu ketertiban umum.
Mengapa terjadi penolakan terhadap UU Cipta Kerja ? Ada berbagai pendapat dan asumsi terhadap UU cipta kerja ini . Bagi pemerintah ini merupakan cara untuk mengatasi pademi Covid 19 karena hampir 7 juta orang yang belum mendapat pekerjaan akibat pademi Covid 19 , pemerintah ingin memberi solusi dengan cara memudahkan bagi investor untuk membuka lapangan kerja di Indonesia sehingga terjadi pemangkasan terhadap biokrasi perijinan bagi dunia usaha untuk berinvestasi di Indonesia . Di lain pihak juga untuk mengatasi korupsi karena masalah perijinan menjadi sarang bagi para koruptur . Dengan UU Cipta Kerja ini diharapkan permainan perijinan yang dilakukan oleh para koruptor bisa semakin dihilangkan . Tetapi menurut Faisal Basri Ekonom INDEF dalam hasil wawancara di acara Mata Najwa mengatakan "Investasi kita [Indonesia] baik-baik saja, walaupun tidak spektakuler,"
Faisal bahkan mengatakan capaian investasi Indonesia lebih tinggi dari negara lain, China, Malaysia, Thailand, Brazil, Afrika Selatan.Investasi asing yang masuk ke Indonesia, katanya, hampir sama dengan India. Investasi RI kalah dari Vietnam.
Jika melihat peranan investasi terhadap produk domestik bruto (PDB), Faisal menegaskan angka investasi Indonesia justru tercatat paling tinggi di era Presiden Joko Widodo atau sekitar 34 persen dari PDB.
Lebih lanjut, Faisal justru menyoroti masalah tentang persoalan jumlah investasi yang masuk banyak, tetapi hasilnya sedikit.“Yang masalah hasilnya kecil. Kenapa? Ibaratnya kita itu makan bergizi tapi berat badannya nggak naik. Banyak cacing itu korupsi, bikin investor luar negeri dan dalam negeri sakit kepala dan birokrasi pemerintah tidak efisien,” tegasnya.(Bisnis.com 8/10/2020)
Dalam hal ini Faisal sependapat dengan pemerintah bahwa UU Cipta Kerja dapat merendahkan tingkat korupsi di Indonesia .
Hal lain berkaitan dengan pasal-pasal mengenai buruh di UU Cipta Kerja .Menurut kajian "Catatan Kritis dan Rekomendasi terhadap RUU Cipta Kerja - Fakultas Hukum UGM 2020", RUU Cipta Kerja lebih fokus pada tujuan peningkatan ekonomi, dan abai terhadap peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Sebagian besar peraturan yang diubah dalam RUU ini banyak berbicara mengenai efisiensi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja, tetapi RUU ini justru tidak mengubah atau membuat peraturan baru yang berkaitan dengan pelatihan kerja atau peningkatan kompetensi pekerja. Padahal, berbicara mengenai penciptaan lapangan kerja seharusnya justru berkaitan erat dengan upaya untuk meningkatkan kompetensi calon tenaga kerja. Alih-alih perlindungan pekerja, RUU Cipta Kerja justru berpotensi membuat pasal ketenagakerjaan kembali terpinggirkan, tergerus oleh kebutuhan investasi dan ekonomi.( tirto.id 6/10/2020) . Pasal-pasal yang diatur dalam UU Cipta Kerja misalnya : penentuan upah , penentuan perjanjian kerja , penentuan jam kerja yang semuanya merugikan bagi pekerja dan buruh karena menjerumuskan nasib pekerja di bawah jurang eksploitasi.
Pengusaha tentu menyambut dengan baik UU Cipta Kerja karena pemerintah memberi ruang seluas-luasnya untuk berinvestasi di Indonesia . Dengan berbagai bentuk kelonggaran dan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah tentu membuat para pengusaha dan investor untuk mengembangkan industrinya di Indonesia .
Dilihat dari hukum tata negara menurut Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) UGM, Dr Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dibuat dengan proses formil yang bermasalah dan substansi materil yang masih banyak catatan.Beberapa di antaranya, partisipasi pubik dalam penyusunan RUU yang disahkan kemarin (Senin, 5/10/2020) ini nyaris nol.(tribun.Jogya.com 6/10/2020). Dengan pernyataan ini , UU Cipta Kerja dibuat secara terburu-buru sehingga tidak mengakomodasi aspirasi dari berbagai golongan . Dalam penyusunan UU Cipta Kerja aspirasi yang didengarkan dalam pembuatan UU ini hanya dari pihak-pihak tertentu. Secara konstitusi bisa mangajukan yudicial review ( uji material terhadap UU) kepada Mahkamah Konstitusi . Tetapi juga bisa memberi penekanan kepada Presiden untuk tidak menandatangani UU tersebut sehingga UU ini bisa ditangguhkan untuk direvisi . Namun bagi saya sebagai rakyat hanya berharap bahwa suatu peraturan perudang-undangan dibuat untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu. (abc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar