Nenek moyangku orang pelaut
gemar mengarung luas samudra
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasa
Nenek moyangku orang pelaut judul lagu karangan Ibu Soed . Itu lagu diajarkan ketika saya masih duduk di TK . Lagu tersebut merupakan cerminan betapa hebatnya mereka menaklukkan samudra luas, menguasai perniagaan serta menjalin diplomasi politik dengan berbagai negara di penjuru dunia . Namun dalam pelajaran sejarah kita diajarkan bahwa para pedagang dari Cina dan India yang datang ke Indonesia melalui selat Malaka sehingga muncul kerajaan - kerajaan bermotif Hinduisme .
Padahal kalau kita belajar sejarah , bangsa Cina tidak memiliki semangat bahari yang memadai , mereka baru bisa membuat kapal yang bisa melayari samudra abad ke-10 pada jaman dinasti Shu ,sebelumnya mereka berani berlayar di sungai-sungai atau di pesisir pantai dengan kapal apa adanya .
Demikan juga dengan India adalah kebudayaan darat yaitu kebudayaan orang-orang yang takut akan laut . Karena laut dianggap tempat kotor yang harus dihindari . Kebudayaan India menganggap tempat tinggi seperti gunung adalah tempat para dewa kemudian turun ke tempat rendah sampai ke lautan yang dianggap sebagai tempat hina . Untuk itu para brahmana akan menghindari laut dan tidak akan berlayar kemanapun . Tetapi guru sejarah mengajarkan salah satu kedatangan agama Hindu ke Indonesia dikenal dengan teori brahmana yang mengatakan bahwa para brahmana datang berlayar ke Indonesia . Terjadilah paradoks di sini Cina tidak memiliki semangat bahari dan para brahmana menghindari lautan dan tidak akan berlayar . Apakah mereka berlayar ke Indonesia ? Ada baiknya kita dengar pendapat seorang sejarawan bernama Oliver William Wolter dalam bukunya berjudul Early Indonesian Commerce: A Study of the Origins of Sriwijaya (1967) mengatakan India dan Cina memiliki sedikit tradisi tentang berlayar . Kapal-kapal mereka hanya digunakan untuk menyusuri pantai dan sungai . Bahwa dalam hal hubungan perdagangan melalui laut antara Indonesia dan Cina juga antara Cina , India Selatan serta Persia abad V-VII , terdapat indikasi bahwa bangsa Cina hanya mengenal pengiriman barang oleh bangsa Indonesia . Dengan penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa jalur perdagangan antara Cina , India dan Indonesia dibuat oleh para pelaut Indonesia untuk mengadakan perdagangan dengan mereka . Hal ini diperjelas oleh James Homell seorang Etnografer dari Inggris mengatakan orang Austronesia ( dari Nusantara ) sudah berkeliaran dan membangun koloni di Srilangka dan India 500 tahun sebelum masehi . Jejak-jejak mereka ditemukan dalam bentuk lukisan-lukisan kapal bercadik dan kepercayaan orang-orang Srilangka tentang keberadaan suku naga di masa lampau . Legenda suku naga dengan kapal bercadik merupakan pelaut dari Indonesia yang sudah mengarungi laut sampai ke Srilangka dan India . Jadi sesungguhnya yang membuat jalur sutera versi laut bukan orang Cina atau orang India melainkan orang Indonesia yang menghubungkan dua kebudayaan yang pada akhirnya menyerap tradisi khususnya tradisi spiritual dari India.
Para pelaut sudah melalang buana ke seantero dunia , bahkan sudah sampai ke Afrika . Hal ini bisa ditemukannya ikan yang berasal dari Afrika dan ikan tersebut adalah ikan air tawar . Tidak mungkin ikan air tawar akan berenang melalui lautan . Paling tidak kalau ada orang yang mengambil ikan itu dari Afrika di bawa ke Indonesia dan itu yang dilakukan oleh pelaut Indonesia . Ikan itu ditemukan oleh pak Mujair tahun 1939 di sungai Serang pantai selatan Blitar sehingga untuk menghormati penemunya ikan itu diberi nama mujair .
Menurut Robert Dick-Read dalam bukunya Penjelajah Bahari dikatakan berbagai tanaman termasuk jagung dan ubi jalar tidak akan tersebar seperti yang kita lihat sekarang tanpa intervensi dari para pelaut nusantara di masa lampau . Para pelaut nusantara juga membuat kapal yang besar dan canggih pada masa itu . Menurut catatan Cina pada masa dinasti Han diberitakan oleh para sarjana bahwa kapal dagang berukuran besar dari Nusantara yang berlabuh di pelabuhan Cina dengan empat layar yang disebut dengan Kunlun Po ”kapal dari orang Kunlun berkulit gelap”. Kapal-kapal itu juga biasanya dimanfaatkan para peziarah Budha untuk melakukan perjalanan pulang-pergi Cina - India dan Srilangka .Dengan penjelasan ini kita bisa melihat bahwa orang Cina tetap tidak mau berlayar sampai akhirnya berabad-abad kemudian baru mengikuti dan memodifikasi konstruksi kapal yang disebut kapal Jung Cina yang baru berkembang pada masa dinasti Song (abad 10-13) yang terinspirasi kapal-kapal Austronesia (bangsa di Nusantara ) yang telah berdagang ke Cina sejak abad 2 Masehi .
Robert Dick-Read pernah mengadakan penelitian di Madagaskar ditemukan warga orang yang mendiami mirip postur tubuhnya dengan orang Jawa . Demikian juga dengan bahasanya yang mirip dengan wilayah di Nusantara . Setelah ditelusuri ada kemiripan dengan alat musik , rumah joglo yang mirip dengan joglo di Jawa , makanan dan orang Madagaskar menyebut orang Jawa adalah leluhurnya . Sekarang tentu banyak para pedatang ke Madagaskar tetapi orang yang pertama datang adalah orang Jawa . Kapan mereka sampai di Madagaskar , kemungkinan sejak jaman Sriwijaya abad ke delapan . Setelah ditelusuri Robert Dick-Read juga menemukan bahwa pelayar tidak hanya sampai di Ghana , Afrika tetapi sudah sampai ke benua Amerika . Setidaknya sudah sampai ke Hawaii karena kata itu berasal dari Jawai yang artinya Jawa kecil , orang sana mengatakan Jawai dengan kata Hawaii . Hal ini dilihat dari postur asli orang Hawai seperti postur orang Jawa .
Dengan demikian para pelayar dari Nusantara sudah menjelajah ke seluruh dunia . Mereka mengunakan armada kapal yang kuat dan besar yang bernama Jong Jawa . Menurut Pierre -Yves dalam artikel jurnal berjudul Trading Ships of the South China Sea bahwa panjang kapal Jung Jawa sekitar 100 meter dan bobotnya 1000 ton .Berdasarkan buku karangan Giovanni da Empoli dijelaskan kapal Jung Jawa adalah benteng yang mengapung . Mereka lebih besar dan kuat dari kapal Portugis .Ia dibuat dari empat lapis papan kayu Jati keras yang tidak bisa dirusak oleh artileri (meriam). Orang-orang Cina melarang kapal jenis ini berlabuh di pelabuhan Cina karena khawatir mereka akan menaklukan kota . Sebab satu kapal Jung Jawa bisa mengalahkan 20 kapal Jung Cina sekaligus .
Kenapa orang-orang Indonesia mempunyai tradisi berlayar yang luar biasa saat itu ? Karena wilayah Indonesia adalah negara kepulauan yang dibatasi oleh laut sehingga mereka akan berlayar ke pulau yang satu ke pulau lainnya melalui jalur laut . Untuk itu mereka berlatih dengan ombak lautan yang begitu besar dan ganas . Semua itu ada di wilayah Indonesia , mau menantang ombak yang besar mereka berlatih di laut selatan Jawa , mau berlatih diombak yang kecil di laut utara Jawa. Dengan demikian Indonesia mempunyai armada laut yang besar dan kuat . Apalagi suku Bajo yang lahir dan hidup di laut sehingga lautan menjadi ibu mereka karena tidak pernah berada di daratan .
Demikian juga dengan suku Makassar yang membuat kapal Pinisi yang terkenal itu telah mengarungi berbagai benua . Sejak tahun 1700-an para pelaut Makassar datang ke Aborigin ( Australia ) untuk berdagang teripang dengan cara barter . Orang Aborigin memberi teripang kepada pelaut Makassar untuk dijual ke Cina sebagai bahan obat-obatan sedangkan pelaut Makassar memberi dengan beras , pisau, logam atau tembakau .Orang Aborigin masih buta huruf dan hidup pada jaman batu sehingga mereka hanya menerima makanan dan alat-alat dari logam . Orang Makassar tidak mau menjajah , hanya mau berdagang saja . Tidak mengherankan kalau di daratan Australia masih ditemukan gambar-gambar kapal-kapal Pinisi dan lambaian tangan suku Aborigin untuk bertemu dengan orang Makasar . Di musim hujan suku Aborigin berdiri berjajar di tepi pantai dekat kota Darwin untuk menyambut orang Makassar . Hampir 1,5 abad kehidupan mereka bahagia dan akrab namun tahun 1900-an Australia dijajah oleh orang kulit putih . Saat itu pertemuan tidak ada lagi karena orang kulit putih mengatur pajak apabila ada pendatang berlayar masuk ke Australia. Tetapi kalau kita ke Australia dan bertemu dengan orang Aborigin dan kita berkata Makassar , maka orang Aborigin akan tersenyum dan tertawa teringat cerita masa lalu tentang kehidupan mereka .
Begitu agungnya kekuasaan maritim nusantara pada masa lalu . Tetapi mengapa sekarang tidak terjadi seperti masa itu ? Menjawab pertanyaan ini , beberapa ahli sejarah mengatakan ada tiga alasan yaitu :
Pertama , orang-orang Demak khususnya ketika dikalahkan oleh armada Portugis di selat Malaka , mereka sadar bahwa kapal-kapal Portugis itu bisa menang karena bentuknya kecil , jadi karena kecil menjadi fleksibel .Sejak saat itu orang-orang Demak mengecilkan kapal-kapal dari 1000 - 2000 ton menjadi 100 ton .Kedua masa Amangkurat 1 untuk menahan dan menghindari terjadinya pemberontakan diharamkan membuat perahu ukuran besar di pesisir pantai utara Jawa sehingga kapal menyusut menjadi 50 ton . Ketiga , datanglah VOC merasa khawatir sehingga membuat kebijakan larangan untuk membuat kapal di atas 50 ton .
Sejak Indonesia dijajah kita tidak memiliki budaya untuk melaut . Jadi salah satu dampak penjajahan yang merugikan yaitu kita tidak memiliki tradisi untuk berlayar . (abc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar