![]() |
Foto : Cermati.com |
Saya menyadari talenta sebagai komedian, ketika saya duduk di bangku SMP. Ketika itu saya sudah selalu menjadi pembawa acara di sekolah dan selalu saya bawa ke suasana tawa. Tetapi beberapa saudara ketika kecil memang sering mengatakan bahwa saya mempunyai talenta melucu.
( Indro Warkop )
Ada sebuah cerita , Tarzan penghuni hutan mau pergi ke kota sehingga perlu ada pengganti untuk memimpin di hutan . Berkumpullah binatang untuk mendengarkan perintah si Tarzan , “ Yang menjadi pemimpin adalah siapa saja yang bisa memanjat pohon ini “seru Tarzan sambil tangannya menunjuk pohon yang besar dan rindang . Maka para hewan mulai memanjat pohon , Gajah yang tubuhnya besar jatuh tidak bisa memanjat pohon , kuda pun tidak bisa memanjat demikian juga dengan itik , angsa dan sapi , akhirnya dengan mudah monyet bisa memanjat pohon dengan cepat dan menjadi pemimpin . Sejak kecil si monyet sudah bergelantungan di pohon sedangkan gajah , kuda ,itik , angsa dan sapi sejak kecil sampai tua tetap berada di daratan . Itulah gambaran tentang sistem pendidikan kita , sejak SD sampai SMA diseragamkan dengan puluhan pelajaran dan harus dapat menguasai semua pelajaran . Padahal kita tahu kemampuan ,talenta , bakat dan passion setiap siswa berbeda tetapi dipaksa untuk menguasai semua pelajaran . Hasilnya tidak maksimal bagi siswa karena tidak sesuai dengan kemampuan , talenta dan passionnya .
Pandji Pragiwaksono stand-up comedian pernah cerita tentang anaknya yang masih kelas nol besar menangis karena tidak bisa membaca dan menulis sehingga tidak mau sekolah lagi . Akhirnya Pandji menghibur bahwa anaknya pintar nyanyi dan berhitung sampai anaknya mau sekolah lagi . Sekolah seringkali memaksakan seorang anak untuk bisa membaca , menulis dan berhitung secara bersamaan . Padahal anak mempunyai talenta , bakat dan kemampuan yang berbeda . Bukankah bernyanyi , menggambar atau main musik itu juga merupakan talenta , bakat dan kemampuan yang bisa dimiliki oleh setiap anak . Penyeragaman terhadap sistem pendidikan sudah berlangsung lama diterapkan sehingga siswa terkukung dalam penjara untuk melepaskan hidupnya merasa sulit sehingga tidak mampu berbuat apa-apa. Inilah yang terjadi di Indonesia , pendidikan adalah dasar fundamental bagi peradaban suatu bangsa . Tetapi belum digarap dengan serius dan masih main-main dengan pedidikan .Padahal pendidikan merupakan aset bagi sebuah bangsa untuk menjadi bangsa beradab .
Programme for International Student Assessment (PISA) sebagai metode penilaian internasional merupakan indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global. Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat, peringkat nilai PISA Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 adalah: Membaca (peringkat 72 dari 77 negara), Matematika (Peringkat 72 dari 78 negara), dan Sains (peringkat 70 dari 78 negara). Nilai PISA Indonesia juga cenderung stagnan dalam 10-15 tahun terakhir.( http://pgdikmen.kemdikbud.go.id ) . Dengan data ini memperlihatkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia mengalami kemunduran dibandingkan dengan negara lain . Riset terbaru dari Professor Lant Pritchett dari Harvard University dia meneliti anak-anak khusus di Jakarta usia 15 tahun dan ternyata anak-anak itu ketinggalan 128 tahun. (Kompasiana.com 17/3/2020). Kita ketinggalan di bidang Mathematic, Science, and Reading. Kualitas guru sangat kurang karena hasil rata-rata UKG nasional 53,2 dari 100. Kita harus mengejar negara yang 128 tahun di depan kita. Dari data-data ini diperlihatkan betapa rendah mutu pendidikan di Indonesia tidak mengherankan bahwa kualitas guru masih rendah . Dengan kualitas guru yang rendah mempengaruhi kualitas murid juga . Tentu bukan faktor guru saja yang menyebabkan kualitas murid menjadi rendah . Masih banyak faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pendidikan . Kesejahteraan guru , kualitas input guru ,kurikulum dan regulasi dibidang pendidikan .
Kesejahteraan guru memang masih memprihatinkan , apalagi dikaitkan dengan gaji yang hampir sama dengan gaji buruh pabrik . Bisa dilihat bagaimana gaji guru honorer yang hidupnya masih terseok-seok untuk memperjuangkan hak-haknya . Tetapi DPR dan Presiden hanya mendengarkan aspirasi mereka tanpa berbuat apa-apa . Pemerataan pendidikan belum terjangkau oleh masyarakat kita . Berta Bua'dera (48) seorang guru honorer di Kota Samarinda, Kalimantan Timur selama 11 tahun jalan kaki saat berangkat ke sekolah. Sambil menenteng tas kecil dan kotak bekal, ibu satu anak ini berjalan kaki membelah kesunyian menuju SDN Filial 004 di Kampung Berambai, Kecamatan Samarinda Utara. Rumah Berta dan sekolah terpisah hutan lebat yang berjarak sekitar 5 kilometer. Kawasan ini sebagian besar masih hutan. Kemudian ada Andi Sri Rahayu (29) seorang guru honorer asal Desa Sapobonto, Kecamatan Bulukumpa, rela melalui jalanan berkelok demi mengajar di Madrasah Aliyah Guppi Kindang, Desa Kindang, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Untuk menuju Desa Kindang bisa dilalui dua jalur. Jalur pertama hanya bisa dilalui jalan kaki melewati jalan setapak dan jembatan bambu, jalur ini ditempuh 10 kilometer. Sementara jalur kedua bisa ditempuh menggunakan roda dua dan roda empat dengan jarak sekitar 25 kilometer. Setelah hamil ia memiliki jalur kedua. Namun sebelum hamil ia melalui jalur pertama dengan berjalan kaki sejauh 10 kilometer. Ia tak sendiri. Ada beberapa siswa yang melalui jembatan bambu termasuk petani yang memikul hasil panennya untuk dijual ke desa sebelah. Empat tahun sudah Sri mengabdikan di sekolah yang berjarak 59 kilometer dari Kota Bulukumba.( Kompas.Com , 25/11/2020 ) . Ini dua contoh untuk melihat bahwa ada beberapa guru yang berjuang demi pendidikan walaupun tanpa sarana dan prasarana yang memadai . Hanya kebanggan yang dimiliki untuk sebuah pengabdian bagi negara dan bangsa . Seperti kata Andi Sri Rahayu , ia mengaku bangga dengan profesinya sebagai guru, meski hanya mengajar di daerah terpencil. Alasan mengajar di daerah terpencil, hanya ingin membagikan ilmunya kepada banyak orang "Daripada ilmu tertinggal lebih baik dibagi dan semoga bisa jadi amal jariyah," kata Sri, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (22/9/2020). Ia mengaku menerima gaji Rp 300.000 yang dibayar per tiga bulan. "Gajinya hanya Rp 300 ribu. Waktu terus berputar gaji mulai naik Rp 900 ribu per tiga bulan," tuturnya. Sri mengaku ingin mengubah status dengan mendaftar CPNS, namun gagal terus. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan nasib guru-guru di pedesaan dan di pedalaman yang telah berjuang untuk generasi mendatang . Dengan demikian pemerataan pendidikan bisa terjangkau oleh masyarakat kita .
Sekali lagi pendidikan menjadi penting bagi kita karena dengan pendidikan suatu bangsa menjadi maju dalam peradaban . (abc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar