Cari Blog Ini

Kamis, 11 Maret 2021

Snowplow parenting.

Foto : Daily Herald



Ketika anak tidak memiliki ceritanya sendiri dalam memecahkan masalah maka  anak tersebut bisa saja berpeluang menjadi pembual yang hebat.

( Prof. Rhenald Kasali )



Ada seorang ibu berjalan dengan langkah cepat . Ditangannya ada map agak tebal.  Dia sudah pergi beberapa kali ke pelayanan foto copy untuk sekadar menggandakan dokumen atau laminating. Seorang ibu tersebut sedang mengurus semua kebutuhan anaknya yang hendak daftar ke sekolah menengah atas.

Sekilas, tidak ada yang salah dengan kisah di atas. Namun, model peran orangtua seperti kisah di atas sudah lama menjadi sorotan. Model pengasuhan ini sering disebut sebagai snowplow parenting. 

Snowplow parent’s adalah orangtua yang berperan seperti mesin bajak salju. Snowplow adalah mesin bajak salju. Agar kendaraan peseluncur salju berjalan lancar, maka harus dibuatkan lintasan. Semua jalan yang menjadi lintasan harus diratakan dengan mensin bajak salju. Semua penghalang harus dibuang. Jalan harus rata, bersih, dan sangat nyaman untuk dilalui.

Orangtua bajak salju adalah orangtua yang berusaha menghilangkan seluruh hambatan dan masalah bagi anaknya. Segala macam kebutuhan akan anak dapatkan tanpa bersusah payah. Orangtua merelakan diri untuk sibuk dan lelah untuk kepentingan anaknya.

Misalnya, ketika anaknya mau masuk kuliah, maka orangtua sibuk mencari informasi dan mengurus semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk daftar kuliah. Tidak berhenti sampai di situ. Orangtua tersebut juga mencarikan tempat tinggal, mencarikannya makanan harian, memastikan tukang cuci baju, dokter pribadi, dan seterusnya. Bahkan, ketika anaknya tidak diterima di kampus tertentu, maka orangtua tersebut rela membayar berapa saja asal mendapatkan kursi di kampus tersebut.

Awalnya, model seperti ini hanya dilakukan oleh orangtua yang memiliki kekayaan atau jabatan tinggi. Kini, mulai banyak yang melakukannya. Berawal dari tuntutan bahwa orangtua harus terlibat langsung dalam membesarkan anak, maka kita mudah sekali terpeleset menjadi snowplow parent’s. Akhirnya, orang tua sering merasa sudah memiliki jalan sukses untuk anaknya. Setiap detail langkah sudah mereka siapkan. Misalnya, untuk masuk ke perguruan tinggi tertentu, seorang anak harus masuk bimbel sejak kelas dua SMA. Mereka pun memasukkan anaknya ke bimbel tersebut.

Orangtua tersebut seperti memiliki mata masa depan. Semua halangan disingkirkan agar kereta salju bisa melaju lebih cepat menuju tujuan. Salah satu efek dari ini adalah orangtua yang super protektif. Mereka akan protes ke sekolah jika ada tugas berlebih dari guru, mereka akan meminta perpanjangan waktu tugas atas nama anaknya, meminta maaf atas nama anak jika lalai dalam tugas, bahkan terkadang ada yang rela protes ketika makanan yang disediakan sekolah tidak disukai anaknya.

Sangat sulit menghindar untuk memberikan arahan kepada anak kita. Ketika proporsinya tepat, sebenarnya tidak masalah. Namun ketika orangtua memberikan arahan lebih cepat, lebih banyak, dan lebih detail, maka sudah memotong kesempatan belajar bagi anak untuk belajar memecahkan masalahnya sendiri.

Prof. Rhenald Kasali sudah lama mengkritik model pengasuhan seperti ini. Ketika Prof. Rhenald meluncurkan program satu mahasiswa harus mampu menaklukkan satu negara, maka tantangan utamanya adalah orangtua. Mereka ketakutan anaknya kesasar. Mereka pun akhirnya menyiapkan banyak hal: tiket pesawat, rute tujuan, menginap di mana, siapa yang jemput, makan apa, pakaian dan perlengkapan, sampai SIM Card dan obat-obatan.  Sebagai orang tua mulailah kita menghilangkan Snowplow parent’s dengan memberikan kepercayaan kepada anak kita untuk berlatih memecahkan masalah dalam kondisi sulit dan akhirnya mereka bisa hidup mandiri tanpa tergantung kepada orang lain . (abc)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...