Cari Blog Ini

Minggu, 25 September 2022

Kegaduhan RUU Sisdiknas

 "Pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu emas kebebasan." - George Washington Carver

RUU Sisdiknas dikaji ulang....

Badan Legislasi DPR RI sepakat untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022. Keputusan ini diketok setelah tujuh dari delapan fraksi yang hadir meminta Pemerintah untuk melakukan kaji ulang draf dan naskah akademik RUU yang masih kontroversial tersebut.

  Usulan Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas tidak dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022.  "Sudah kita sepakati, khusus (RUU) Sistem Pendidikan Nasional akan kami lakukan evaluasi. Mudah-mudahan di awal tahun mendatang atau bisa di tahun ini pemerintah bisa merapikan dan mengomunikasikan drafnya," ujar Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas dalam siaran YouTube Baleg DPR, Selasa, 20 September 2022.( medcom .id 20/9/2022) . Pihak pemerintah pun menerima keputusan untuk tidak memasukkan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022.

Perjuangan RUU Sisdiknas...

Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) telah mengakibatkan terjadinya kegaduhan di Kemendikbud Ristek . Menurut beberapa fraksi di DPR  ,  Kemendikbud Ristek selaku  pengusul beleid bisa  mengkomunikasikan materi beleid kepada pemangku kepentingan bidang pendidikan , mengevaluasi beberapa poin RUU yang menjadi sebab kegaduhan dan menyelesaikan  dulu di pemerintah dan stakeholder pendidikan . Beberapa catatan ini menjadi alasan untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022.  Terhadap keputusan ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi belum memastikan bakal mengajukan kembali RUU Sisdiknas ke DPR. 

"Belum ada keputusan apakah Kemendikbud Ristek akan mengajukan kembali RUU Sisdiknas untuk dibahas bersama DPR," kata Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo (Nino),  kepada Medcom.id, Kamis, 22 September 2022. 

Pendidikan mau kemana...

        RUU tentang sistem pendidikan nasional adalah salah satu RUU yang masuk ke dalam program legislasi nasional 2020-2024. RUU ini diarahkan menjadi UU pengganti dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Norma-norma pokok diintegrasikan ke dalam satu Undang-Undang tersebut, sedangkan norma-norma turunannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Tujuan RUU Sisdiknas untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan mengupayakan kesejahteraan guru . Dalam RUU Sisdiknas menjadi solusi guru yang hingga hari ini tak kunjung mendapat tunjangan. Ada  1,6 juta guru bisa segera mendapat kenaikan tunjangan, tanpa harus menunggu antrian panjang sertifikasi pendidik yang harus dilalui jika mengikuti pengaturan UU Guru dan Dosen yang saat ini berlaku. 

Perjuangan PGRI demi kesejahteraan guru

RUU Sisdiknas juga dibuat untuk mengakui 400 ribu pendidik PAUD sebagai guru agar bisa memperoleh hak-hak yang setara. Selain itu, RUU Sisdiknas juga menambah kewajiban pemerintah membiayai pendidikan melalui perluasan cakupan wajib belajar menjadi 13 tahun. Itu beberapa hal yang diatur dalam draf RUU Sisdiknas , tentu masih banyak hal yang masih diatur di dalam RUU Sisdiknas tersebut . Terlihat tujuan RUU Sisdiknas cukup baik dan itu menjawab aspirasi guru yang selama ini diperjuangkan . Namun banyak yang mengkritisi tentang sertifikasi tunjangan guru . Bahkan sampai ketua PGRI bertemu dengan Presiden Jokowi untuk membahas sertifikasi tunjangan guru . Kalangan guru bersertifikat yang telah memperoleh tunjangan sertifikasi resah dengan draf RUU tersebut karena tidak mencantumkan tunjangan profesi guru.

Hak guru perlu diperjuangkan

Pemerintah mengatakan, RUU tersebut justru akan menjamin kesejahteraan semua guru. Sementara guru berasumsi, tanpa pencantuman eksplisit tunjangan profesi, kesejahteraan mereka akan terancam. Tunjangan profesi guru sebaiknya tetap dicantumkan dalam RUU untuk menjamin kepastian karena kesejahteraan guru adalah keniscayaan. Guru yang profesional dan sejahtera akan menentukan kualitas pendidikan dan selanjutnya kemajuan suatu bangsa.

Untuk mendapatkan guru yang berkualitas, perlu daya tarik. Saat ini salah satu daya tarik untuk menjadi guru adalah tunjangan profesi guru. Lulusan SMA yang berprestasi dan dari kalangan menengah banyak yang memilih belajar di fakultas keguruan. Ini fenomena yang baik untuk kemajuan pendidikan kita.

Guru profesional dibuktikan dengan sertifikat guru. Betul yang dikatakan Pak Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek, sertifikat guru ibarat SIM untuk mengajar. Masalahnya, masih ada 1,6 juta guru yang belum bersertifikat.

Mereka dalam antrean karena kuota terbatas. Dengan demikian, kuota Pendidikan Profesi Guru (PPG) perlu ditingkatkan agar semua guru berkesempatan sama. Jika kuota telah ditambah, ada kesempatan tes. Jika tidak lulus, itu konsekuensi masing-masing karena sistem merit dalam PPG harus ada. Namun, jika banyak yang tidak lulus tes, berarti tata kelola perekrutan perlu diperbaiki.

Pendidikan tanggungjawab bersama

Bagaimana solusi terhadap RUU Sisdiknas ini ?

Pengamat Pendidikan dari Vox Populi Institut, Indra Charismiadji mengaku ada 10 problematika fundamental dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Pertama, kata dia, mengaburkan peran pemerintah sebagai pelaksana dan penanggung jawab usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kedua, penghapusan peran aktif masyarakat dalam sistem pendidikan nasional yang seharusnya ditingkatkan, seperti hilangnya Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah.

Ketiga, tidak ada kajian akademis yang komprehensif tentang problematika dan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, lalu tak ada solusi nyata yang ditawarkan.

Keempat, sistem pendidikan nasional yang disusun masih lebih condong ke sistem persekolahan nasional.

Kelima, terjadi miskonsepsi tentang wajib belajar menjadi kewajiban orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya dan ikut menanggung biayanya. Di mana seharusnya negara menyediakan akses pelayanan pendidikan formal untuk semua warga negara dan dibiayai penuh oleh negara.

Keenam, tidak ada upaya nyata untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, seperti rekomendasi dari lembaga-lembaga kajian internasional.

Ketujuh, sistem pendidikan nasional masih multisistem dan bertentangan dengan amanat konstitusi. "Perpres No. 104 tahun 2021 masih menunjukkan bahwa anggaran pendidikan tidak pernah masuk dalam sistem pendidikan nasional," jelas dia. 

Kedelapan, RUU Sisdiknas tidak transparan. Bayangkan saja, sampai hari ini belum ada penjelasan terkait siapa saja tim penyusun RUU Sisdiknas dari pemerintah. 

Kesembilan, tidak ada pelibatan publik yang bermakna dalam menggarap RUU Sisdiknas. "Kemendikbud Ristek justru sibuk membuat flyer, postingan di media sosial (medsos), meme, menggunakan influencer, membuat hadir di diskusi RUU Sisdiknas untuk kalangan yang mendukung saja," tegas dia. 

Kesepuluh, belum adanya cetak biru atau grand design terkait pendidikan Indonesia dalam RUU Sisdiknas.  ( Kompas.com , 19/9/2022)

Pendapat di atas  tentu menjadi masukan bagi pemerintah terutama Kemendikbud Ristek  menyusun kembali RUU Sisdiknas dan disampaikan ke DPR untuk masa yang akan datang . (abc)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Organisasi Bayangan versi Nadiem

                   Nadiem dengan belajar merdeka "Pendikan adalah paspor untuk masa depan karena hari esok adalah milik mereka yang mem...