Foto : detik.News |
"Hal utama yang membedakan adalah kualitas manusianya. Jika memang kualitasnya baik dan mendapat pendidikan terbaik, tentunya hasil yang diperoleh akan menjadi lebih maksimal". - Josephine Winda
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melantik Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) di Istana Negara , Rabu (28/4/2021). Ini merupakan pos kementerian baru setelah Jokowi memutuskan menggabung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi . Ada pula nama Laksana Tri Handoko yang dilantik sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Handoko sebelumnya menjabat Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Handoko menggantikan posisi Bambang Brodjonegoro. Bambang menjabat Kepala BRIN sekaligus Menristek sebelum perubahan nomenklatur kementerian. Diketahui, Presiden Jokowi telah memutuskan meleburkan Kemenristek dengan Kemendikbud. Putusan yang disepakati anggota DPR lewat rapat paripurna pada 9 April lalu itu pun memisahkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang semula ada di bawah Kemenristek kini menjadi institusi sendiri. Kedua pembantu Presiden ini menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita untuk memajukan sumber daya manusia untuk memasuki revolusi industri 4.0 .
Menurut Ketua Pokja Sains dan Kebijakan ALMI, Gumilang Aryo Sahadewo menyatakan peleburan Kemenristek dan Kemendikbud akan menghadirkan disrupsi dalam penyusunan kebijakan terkait riset.
"Akan ada disrupsi dari sisi penyusunan kebijakan terkait dengan riset pada saat pemerintah meleburkan Ristek ke Kemendikbud," ujar Gumilang.( CNN Indonesia , 15/04/2021)
Pernyataan ini memberi peluang adanya pengkajian riset dan teknologi sangat penting untuk memastikan produktivitas. Disisi lain BRIN menjadi lembaga pengkajian dan riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk menjawab setiap tantangan perubahan dalam inovasi untuk mencapai produktivitas berbagai aspek . Kedua kelembagaan ini langsung bertanggungjawab kepada Presiden sebagai kepala eksekutif tentu akan memberi kebijakan untuk meningkatkan sumber daya manusia sehingga menghasilkan produktivitas di bidang ekonomi dan industri .
Kondisi ini tentu akan berkaitan dengan dunia pendidikan kita . Bagaimana dengan kondisi pendidikan kita ? Teknologi menjadi bagian yang penting dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat menghadapi revolusi industri 4.0 . Penanda dari revolusi 4.0 itu sendiri adalah smart technology, yang mana mampu menghubungkan teknologi satu dengan yang lainnya. Kecanggihan ini menciptakan karakteristik tersendiri yaitu ‘Big Data’ (Mahadata) yang mampu digunakan oleh manusia yang tersimpan dan dapat dimanfaatkan. Dalam penggunaan zoom hari ini, pertemuan akan tersimpan dalam sebuah data, sehingga data ini berharga dan dibagikan sehingga bermanfaat. Begitu cepat perubahan yang terjadi dan kita perlu menghadapi tantangan ini . Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menyoroti rendahnya kompetensi guru dalam penguasaan teknologi. Dia menyebutkan, dari total guru yang ada di Indonesia, hanya 2,5 persen yang tidak gagap teknologi. Selebihnya gaptek alias gagap teknologi. "Gemes saya lihat kualitas SDM guru kita. Sudah dikasih pelatihan, tunjangan sertifikasi guru, masih banyak yang gaptek. Ini loh datanya enggak bisa nipu, kelompok yang enggak gaptek itu hanya 2,5 persen. Yang gaptek 97,5 persen loh. Lantas anggaran miliaran hingga triliunan yang sudah dikasi untuk apa kalau gurunya masih gaptek juga," kata Indra yang disiarkan JPNN.com ( 21/10/2019). Tentu kondisi ini memprihatinkan bagi kita , ketika pemerintah mengupayakan untuk meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki sumber daya manusia ternyata guru sebagai garba depan dalam pendidikan kita belum siap untuk menghadapi perubahan . Dengan demikian perlu adanya simulasi digital untuk pilot project bagi guru . Diharapkan dengan pilot project ini guru tidak gaptek lagi dan bisa mentransfer pengetahuan kepada siswa .
. Tentu Mendikbud Ristek yang baru dilantik harus tahu caranya membuat sistem pendidikan, yang mampu memahami AI (Artificial Intelligence), disrupsi pada revolusi industri 4.0, pembelajaran digital. (abc)